Palugada Kepala Otorita IKN Nusantara
Kepala Otorita dituntut serbabisa menghadapi segudang tantangan di IKN Nusantara. Mulai masalah pembiayaan, desain, pelestarian lingkungan, sosial, budaya, hingga soal hilangnya ruang hidup bagi masyarakat adat.
Sejak awal Presiden Joko Widodo ingin pemimpin Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara ditunjuk olehnya. Dia mau daerah itu dipimpin oleh semacam badan pengelola yang langsung bertanggung jawab kepada presiden. Pernyataan itu tertuang dalam bahan presentasi konsultasi publik Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada 2020.
“Dalam studi yang dilakukan oleh Bappenas itu, ibu kota yang efektif dipimpin oleh city manager. Dia agak dijauhkan dari politik,” tutur Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Wandy Tuturoong kepada reporter detikX melalui sambungan telepon, Selasa, 25 Januari 2022.
Rancangan Undang-Undang IKN, yang telah disepakati DPR RI, mengakomodasi keinginan Jokowi. Salah satu beleidnya menyebut IKN akan dipimpin oleh seorang Kepala Otorita. Kedudukannya setara dengan menteri dan bakal diangkat serta diberhentikan langsung oleh presiden.
“Paling tidak pernah memimpin daerah dan punya background arsitek,” kata Jokowi menyampaikan dua kriteria Kepala Otorita IKN Nusantara, Rabu, 19 Januari lalu.
Ketua Tim Komunikasi IKN Sidik Pramono menjelaskan sosok arsitek yang dimaksud Jokowi bukan sekadar orang yang mengerti tentang pembangunan gedung semata, tapi juga pembangunan sebuah kota.
“Bukan sekadar pembangunan fisik, tapi juga memimpin transformasi cara kerja dan cara hidup yang baru di sebuah kota,” jelas Sidik kepada reporter detikX, Kamis, 27 Januari 2022.
Ketua Komisi II DPR sekaligus Ketua Panitia Khusus RUU IKN Ahmad Doli Kurnia sepakat dengan kriteria yang diidamkan Jokowi. Namun ia juga mengingatkan Jokowi agar turut mempertimbangkan sosok yang cakap dalam komunikasi publik dan paham birokrasi.
Kepala Otorita, kata Doli, juga harus orang yang kreatif dan inovatif dalam mencari sumber pembiayaan. “Ini kan big project dan nggak bisa dikerjakan sendiri,” kata Doli kepada reporter detikX pekan lalu.
Meski begitu, bagi dosen Sekolah Tinggi Hukum Jentera, Bivitri Susanti, kriteria Kepala Otorita yang demikian itu tidaklah cukup untuk menghadapi sejumlah problem di calon ibu kota baru. Sebab, masalah pembangunan ibu kota bukanlah semata soal desain maupun pembiayaan, tapi lebih ke persoalan manusia dan lingkungan.
Ahli hukum tata negara itu menuturkan banyak warga lokal maupun adat yang akan tergerus ruang hidupnya lantaran pembangunan infrastruktur IKN Nusantara. Belum lagi masalah lingkungan, sosial, dan budaya, yang berpotensi timbul lantaran penggarapan proyek ambisius ini.
Bivitri Susanti saat dihadirkan sebagai saksi ahli dalam sidang lanjutan Uji Formil UU KPK, Rabu (19/2/2020).
Foto : Ari Saputra/detikcom
“Jadi, saya kira, orang yang dipilih nanti bukan hanya soal apakah dia arsitek atau ahli planologi segala macam. Tapi memang harus seorang yang memahami konteks pembangunan kota dengan pendekatan yang manusiawi,” jelas Bivitri kepada reporter detikX pekan lalu.
Pernyataan Bivitri cukup beralasan. Studi Bappenas berjudul ‘Analisis Konsep Forest City dalam Rencana Pembangunan Ibu Kota Negara’ pada 2021 menyebut sebagian besar wilayah IKN masih berstatus sebagai ‘borneo’ alias paru-paru dunia. Sekitar 108.364,48 hektare dari total 256.654 hektare wilayah IKN merupakan kawasan hutan. Terdiri atas hutan produksi dan hutan konservasi.
Selain itu, sebagian wilayah lainnya teridentifikasi sebagai daerah bernilai konservasi tinggi. Di dalamnya terdapat ekosistem langka sebagai habitat satwa dan perlindungan sempadan sungai.
Pembangunan IKN di hutan-hutan itu akan berdampak pada hilangnya ruang hidup bagi setidaknya 527 jenis tumbuhan, 189 jenis burung, lebih dari 100 mamalia, dan 25 jenis herpetofauna berstatus dilindungi. Penggundulan hutan di IKN juga bakal mengancam hilangnya sekitar 45 persen hutan tropis di Kalimantan Timur. Khusus pembangunan pusat pemerintah IKN seluas 55-56 ribu hektare bahkan diperkirakan bakal melepaskan emisi karbon sebanyak 2,4 juta ton.
“Oleh karena itu, konsep forest city dalam rencana pembangunan IKN harus memperhatikan dan melestarikan hutan serta kawasan lindung lainnya,” tulis kajian itu.
Selain tugas pelestarian hutan, Kepala Otorita masih punya pekerjaan rumah terkait ketersediaan air. Berdasarkan analisis Kajian Lingkungan Hidup Strategis Bappenas, kawasan IKN masuk dalam daerah non-CAT (cekungan air tanah). Kemampuan resapan airnya sangat rendah sehingga nyaris mustahil untuk mengandalkan persediaan air dari dalam tanah.
Di tengah sulitnya ketersediaan air itu, kawasan IKN Nusantara juga tidak lepas dari ancaman bencana banjir. Beberapa wilayah di IKN yang berada di dekat aliran sungai sempat diberitakan terendam banjir pada 2020. Wilayah-wilayah tersebut antara lain Sepaku, Samboja, dan Muara Jawa.
news.detik.com/x/detail/investigasi
/20220201/Palugada-
Kepala-Otorita-IKN-Nusantara/